Risalah Jawharat al-ma‘ārif
Risalah Jawharat al-ma‘ārif (Permata Ilmu Makrifat)
Risalah keagamaan berjudul Jawharat al-ma‘ārif (Permata Ilmu Makrifat), yang ditulis oleh seorang keturunan bangsawan Bima bernama Haji Nur Hidayatullah al-Mansur Muhammad Syuja‘uddin.
Menurut penjelasan penulisnya sendiri, risalah ini diterjemahkan dari Shams al-ma‘ārif al-kubrá, karya Aỏmad ibn ëAlī al-Būnī (maka inilah suatu risalah dipindahkan di dalam kitab Shams al-ma‘ārif yang besar).
Teks Jawharat sesungguhnya mengandung dua jenis ulasan yang sangat berbeda:
Fasal Pertama: Berkaitan dengan “adab ketatanegaraan” (fiqh siyasah) atau ilmu politik. Isinya memuat nasihat dan petunjuk mengenai sikap dan tindakan yang harus diikuti oleh seorang raja agar dapat memerintah dengan adil, bijak, dan sesuai dengan syariat Islam. Genre ini adalah genre yang sangat tua (mulai berkembang pada abad ke-2 Hijriah) dan sangat luas dalam sastra Arab dan Persia, namun relatif langka dalam dunia Melayu (lih. Jelani 2003). Menemukan satu lagi risalah “adab ketatanegaraan” berbahasa Melayu adalah hal penting, terutama karena berasal dari Bima, yang umumnya dianggap jauh dari pusat-pusat perdebatan dan pemikiran Islam Nusantara pada masa itu.
Fasal Kedua (Fasal 2-5): Berkenaan dengan ilmu hikmah dan ilmu gaib, seperti yang diuraikan dalam Bab III.
Kami berbangga dapat memperkenalkan seorang penulis Melayu baru, yang sebelumnya belum pernah diketahui keberadaannya. Haji Nur Hidayatullah al-Mansur Muhammad Syuja‘uddin setidaknya menghasilkan dua karangan, salah satunya hanya diketahui kolofonnya selain Jawharat ini. Semoga karya-karya lain dari beliau dapat ditemukan di masa mendatang. Beliau menulis pada tahun 1880-an, pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim (1881–1915).
Silsilahnya, seperti yang tertera dalam kolofon naskah Jawharat al-ma‘ārif, menyebut buyutnya bernama Rato Kadi Abdurrahim Nuruddin Halwati. Tokoh ini kemungkinan besar sama dengan Kadi Abdurrahim yang disebut dalam Bo’ Sangaji Kai (lih. BSK, hlm. 63) dalam sebuah akta bertanggal 18 Rabiulawal 1166 (23 Januari 1753); nama dan tahunnya cocok.
Dua generasi sebelumnya dalam silsilah tersebut (ayah dan kakek), seperti juga generasi ke-5 hingga ke-10, tidak dapat diidentifikasi dalam Bo’ Sangaji Kai maupun dalam Bo’ Bumi Luma Rasanae. Namun, kesepuluh generasi ini menunjukkan bahwa penulis termasuk dalam golongan bangsawan Bima, karena para leluhurnya menyandang pangkat Kadi, Tureli Sakuru, Tureli Bolo, dan Tureli Donggo.
Secara keseluruhan, silsilah itu mencakup 11 generasi, dengan generasi tertua (yang terakhir) terdiri dari 30 bersaudara (10 perempuan dan 20 laki-laki), semuanya adalah anak-anak Dewa dalam Bata Bou, yang dikenal baik dari teks sejarah lain (diuraikan panjang lebar dalam Bo’ Sangaji Kai dan dalam lampiran pada teks Ceritera Asal Bangsa Jin dan Dewa-Dewa). Dalam kolofon Jawharat, hanya nama ke-20 laki-laki dari 30 bersaudara itu yang disebutkan.
Dalam silsilah raja-raja Bima, generasi ini terletak tiga generasi di atas Sultan pertama, yaitu 14 generasi di atas Sultan Ibrahim (yang memerintah ketika Haji Nur Hidayatullah al-Mansur Muhammad menulis Jawharat al-ma‘ārif). Generasi raja tidak memiliki rentang waktu yang sama dengan generasi manusia biasa, sehingga 11 generasi penulis tersebut bisa saja berpadanan dengan 14 generasi raja-raja. Berkat silsilah penulis Jawharat, terlihat jelas bahwa teks keagamaan ini, meskipun termasuk kategori sastra yang berbeda dari dokumen-dokumen sejarah, merupakan bagian integral dari tradisi Bima.
Jelas bahwa Bo’ Sangaji Kai dan Ceritera Asal Bangsa Jin, sebagai teks sejarah resmi, lebih akurat dalam ejaan nama tokoh-tokoh masa lalu. Oleh karena itu, ejaan beberapa nama dalam kolofon Jawharat dikoreksi agar sesuai dengan kedua teks tersebut. Silsilah Haji Nur Hidayatullah al-Mansur Muhammad yang terekam dalam teks pertama penulis itu, yang juga disalin pada bulan April 1882 (lih. edisi dalam Bab III), juga menyebutkan 11 generasi, namun dengan beberapa perbedaan dan tanpa menyebut nama 30 bersaudara; di dalamnya terdapat beberapa keterangan menarik mengenai generasi ke-6 hingga ke-8.