PERUNDINGAN DI ATAS KAPAL NICA
daerus
... menit baca
Perundingan Bima tanggal 2 Januari 1946. Delegasi Kerajaan Bima dalam perundingan tanggal 12 Januari 1946 dipimpin Sultan Muhammad Salahuddin dengan anggota
- Jeneli RasanaE M. Idris Jafar
- Jeneli Belo AbdullaH
- Rato Rasanae M. Jafar
- Rato Bolo Ahmad.
Delegasi sekutu/Australia dipimpin Brigadir Jenderal Dyke dengan anggota
- Mayor Lynsh.
- kapten Australia. 2 Orang
- Kolonel Israil (NICA)
- perwira (NICA) 3 Orang
Catatan
Mayor Lynsh perunding Australia dengan pemerintah kerajaan Bima di kapal perang tanggal 17-12 -1945.
Kolonel Israil mantan Controleur Bima sebelum perang pasifik
Pada perundingan Tgl 12 Januari 1946 ini delegasi Kerajaan Bima tidak' tergeser dari pendirian semula yakni mempertahankan kemerdekaan dan menolak kedatangan NICA. Pendirian tersebut diungkapkan dengan kalimat, "tetap berdiri dibelakang Republik Indonesia dan Kerajaan Istimewa"
Delegasi sekutu (baca Australia ) mulai mengeluarkan tekanan dan ancaman seperti kutipan notula di bawah ini:
Kolonel Israil ( NICA)
"Kita bukan orang jahat tetapi kita datang dengan baik-baik"
Sultan Bima
"Tuan harus maklum Bima bukan Sumbawa Kita di sini berdiri dibelakang Republik In- donesia dan Kerajaan yang Istimewa "
Kolonel israil
"Republik Indonesia tidak ada. "
BrigJen Dyke
"Sekarang sekutu bicara tentang Republik Indonesia belum ada, hanya sekutu bicara jangan perang serta urus-urus negeri dan lain- lain Bendera Indonesia tidak dapat pake, karena banyak perlawanan dan lain-lain Jadi dianggap orang-orang yang memake bendera itu sebagai perampok, dan lain-lain Barang kali nanti "
Sultan Bima
"itu saya tidak tahu, hanya saya tahu bahwa bendera itu ialah bendera kebangsaan saya jadi tuan tidak boleh anggap begitu. "
BrigJen Dyke
"Bendera Belanda musti diangkat, karena bendera Indonesia belum disahkan sekutu Sekiranya tuan tidak sanggup atau me- nerimanya tuan tahu sendiri. "
Sultan Bima
"Saya minta tempo. "
BrigJen Dyke
"Tidak bisa, nanti jam 5 sore musti angkat "
Sultan Bima
"Apa serdadu juga turun ? "
BrigJen Dyke
"Serdadu turut sama serdadu Australia banyaknya 150 orang. "
Perundingan di atas kapal perang sekutu berlangsung dari jam 09.10 sampai jam 11.45.Selama waktu dua setengah jam itu yang dibicarakan hanya satu masalah pokok yaitu Sultan Bima harus menerima kedatangan NICA serta menaikkan bendera Belanda dan bendera Merah Putih tidak dikibarkan lagi. Bahkan delegasi sekutu mengatakan bahwa orang yang mengibarkan bendera Merah Putih sebagai perampok Perdebatan yang lama dan alot terjadi antara Sultan Bima dengan Kolonel Israil yang mewakili NICA dalam delegasi sekutu
Titik klimaks dari perundingan ialah disaat Brigadir Jenderal Dyke memberikan ultimatum kepada delegasi Kerajaan Bima bahwa bendera Belanda harus dikibarkan pada hari itu juga serta serdadu NICA memboncengi serdadu Australia mendarat. Walaupun delegasi K erajaan Bima sudah disudutkan dengan ultimatum, sultan Bima masih meminta tempo. Permintaan tersebut memberikan isyarat kepada sekutu bahwa Sultan Bima belum mau menerima ultimatum sekutu.
Brigadir Jenderal Dyke tidak kehilangan momentum. Dalam suasana yang amat kritik ini Sultan Bima dipanggil memasuki salah satu kamar ; di sana Sultan Muhammad Salahuddin diancam sebagai penjahat perang, telah membuat makar dengan melakukan perebutan kekuasaan dari tangan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1942. Dan segera ditahan serta didesak pula untuk mencabut Maklumat tanggal 22 November 1945.
Dengan cara di luar kode etik diplomasi ini Sultan Muhammad Salahuddin dipojokkan sehingga tidak dapat berbuat banyak. Sultan diharuskan menerima kenyataan, walaupun kenyataan itu sendiri berat ditimbangan serta pahit dirasakan.
Dengan cara di luar kode etik diplomasi ini Sultan Muhammad Salahuddin dipojokkan sehingga tidak dapat berbuat banyak. Sultan diharuskan menerima kenyataan, walaupun kenyataan itu sendiri berat ditimbangan serta pahit dirasakan.
Desakan untuk mencabut Maklumat tanggal 22 November 1945 Sultan menolak dengan mengatakar 'Biar Maklumat itu sekarang tidak berlaku tetapi sekali waktu nanti maklumat itu akan berlaku dengan sendirinya. ia tetap di hati saya' Pemerintah Daerah Istimewa Kerajaan Bima pimpinan Sultan Muhammaddin (57 tahun ) di keroyok dua kekuatan ampuh yang baru saja erlibat dalam Perang Dunia II yakni sekutu dibaca (Australia, NICA dan Jepang), bagaïkan durian dengan mentimun. Atas dasar nasionalisme yang teguh, semangat patriotisme untuk mempertahankan tanah air dari penjajahan sang mentimun menjelma menjadi batu granit yang hanya dapat pecahkan dengan dinamit ultimatum serta diplomasi licik he gun boat policy. Imperialisme telah menjalankan seutuhnya dengan dan tanpa memperhatikan kode etik diplomasi,
Pengalaman delegasi Kerajaan Bima, khususnya Sultan Muhammad Salahuddin menghadapi imperialisme hampir sama dengan yang dialami Pangeran Diponegoro yang berdarah Bima menghadapi imperialisme Belanda dengan benteng stelsel Sultan Muhammad Salahuddin mempertaruhkan segalanya yang mungkin dapat dilakukan. Namun mempertahankan mati-matian pada desakan untuk mencabut Maklumat 22 November 1945. Maklumat tersebut tetap hidup walau ia menjadi dokumen sejarah dalam sementara waktu. Dari padanya menjadi cantolan harapan sekaligus sebagai sumber inspirasi perjuangan untuk periode berikutnya. Perjuangan belum usai. Sultan Abdul Khair Sirajuddin Muda menjelma dalam abad XX serta kepahitan pengalaman Pangeran Diponegoro dirasakan kembali oleh Sultan Muhammad Salahuddin yang meniti darah keturunan
Keputusan di kapal perang sekutu itu tidak mudah untuk dilaksanakan apalagi waktunya hanya tinggal berbilang jam. Bukantah pemerintah Kerajaan Bima mengeluarkan maklumat tanggal 1 Januari 1946. Sultan menghadapi dilemma politik bakal menghadapi lasykar TKR pimpinan puteranya sendiri dan lasykar API pimpinan M. Tayeb Abdullah yang sejak awal menolak kedatangan NICA. Untuk menghindari korban yang sia-sia dengan caranya sendiri sultan mengirimkan kurir bersama mobil dinas menjemput Raja Muda Abdul Kahir di Cenggu untuk berunding di istana. Di istana Sultan Muhammad Salahuddin melucuti senjata puteranya, kemudian diamankan dalam istana bersama stafnya Ismail Abdullah dan Hasan Azis. Sebanyak 69 pucuk karaben, 4 senapan mesin beberapa pucuk pistol yang terdapat di markas TKR di Cenggu disita dan diamankan di istana
Pada sore hari anggal 12 Januari 1946 tentara Australia yang diboncengi tentara NICA dengan kekuatan I kompi mendarat dengan KNIL aman di Bima dan langsung ke Raba, Pasanggrahan Raba dijadikan markas
Couffreur ditunjuk menjadi kepala pemerintahan Nederland Indie Civiel Administration NICA ) di Bima, Kapten Meinders selaku komandan Koningkrijke Nederland Indische Leger (KNIL ). Pimpinan tertinggi Balatentara Australia bersama pimpinan NICA kini dapat bernapas panjang dan bersenyum lebar tanda kelegaan hati, karena Kerajaan Bima yang ingin digenggam sejak 2 September 1945 baru terpenuhi pada tanggal 12 Januari 1946. Sejak tanggal tersebut hilanglah kemerdekaan Kerajaan Bima Daerah Istimewa Republik Indonesia yang dipertahankan selama 5 1/2 bulan. Dalam sejarah politik Kerajaan Bima dikenal dengan kemerdekaan tahap I.
Penangkapan Orang Merah Putih.
Beberapa hari sesudah pemerintah NICA berkuasa di Bima serdadu KNIL mulai melakukan penangkapan pemimpin lasykar, anggota KNI, pegawai serta penduduk dengan tuduhan anggota gerombolan ekstremis. Pimpinan lasykar API M. Tayeb Abdullah, Ishaka Abdullah Yunus Husen ditahan di markas Jepang
Pada tanggal 19 Januari 1946 serdadu KNIL mendatangi Sila kemudian membawa pulang sejumlah tokoh dan pemuda `antara lain Abdullah Tayeb Jeneli Donggo, Abdurrahman Saud dan Ismail Jafar. Mereka diangkut dengan truk milliter. Selama dalam perjalanan dari Sila menujt Raba mereka dianiaya dengan memakai popor senjata. Penganiayaar menjadi-jadi ketika truk militer yang mengangkut mereka memasuki kota Bima dan Raba. Semangat juang mereka tidak pernah luntur. Sekali popor senjata ditumbukkan kepada mereka disambut dengan pekik "merdekaa' Markas TKR di Cenggu didatangi pada tanggal 3 Februari 1946 Pemuda yang berada di markas ditahan dan diangkut. Komandan TKR Raja Muda Abdul Kahir telah diamankan terlebih dahulu oleh sultan di istana
Ada pula diantara pejuang yang berusaha melarikan diri ke Jawa untuk melaporkan kebrutalan KNIL kepada pemerintah pusat serta akan melanjutkan perjuangan di sana, para pejuang Mahmud Qasymir, Abdulhakim Hasan alias Hakim Hantabi, Abdurrahmar Aklis alias Abdurrahman Mus, bersama-sama dengan para utusan pemerintat pusat yang berada di Bima berangkat ke Jawa.
Mereka tertangkap patroli korvet Kinsberger Belanda diujung barat pulau Sumbawa Mereka ditangkap perahu jukungnya di lepas bersama pemiliknya Operasi yang sama dilakukan di seluruh negeri dan ada pula yang datang ke sekolah menangkap guru yang sedang mengajar. Lebih dari 100 orang pejuang yang ditahan berjubel dalam penjara di Raba. Yang tidak tertampung di sana di tahan di garasi-garasi mobil yang dijaga ketat. M. Idris Jafar, M. Hasan, Abdul Hakim Hasan, M. Tayeb Abdullah, Ishaka Abdullah dan Yunus Husen di tahan di sana. Kelak setelah kondisi penjara melonggar mereka ditahan dalam penjara. Mengetahui keadaan yang tidak manusiawi dalam penjara bagaikan kamp konsentrasi itu, pada bulan April 1946, Sultan Bima mempertanyakan kepada Assisten Residen tentang kekuatan hukum atas penahanan orang-or: ang Merah-Putih itu.
Sultan mengingatkan pemerintah NICA seraya mengharapkan agar tahanan yang tidak mempunyai kesalahan yang dibuktikan dengan hukum seyogianya dibebaskan. Himbauan Sultan diperhatikan. Para tahanar ibebaskan dengan selektif menurut berat ringan keterlibatannya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan menurut kriteria Belanda atau NICA.
Perjanjian Linggarjati yang ditanda tangani tanggal 15 November 1946 yang memberikan pengakuan de facto keberadaan Republik Indonesia pulau Jawa. Hal itu memberi dampak terhadap tahanan di Bima. Assisten Residen membentuk suatu Commisie untuk memeriksa para tahanan politik atau tahanan Merah - Putih.
Residen Timor menunjuk Sultan Sumbawa M. Kaharuddin selaku Ketua Commissie. Struktur, tugas commissie serta mekanisme kerjanya diatur Commissie pemeriksaan tahanan Merah-Putih beranggota 3 orang yakni : S.J. Tomasowa, Ch. R. Bogchus dan. B. Juliansche. Mereka memeriksa perkas perkara yang telah di proses verbal polisi pada tingkat awal dan memberikan pertimbangan Badan Pembantu Kerajaan Bima yang beranggotakan Abdul Hamid 2. selaku ketua, Abidin Ishak selaku sekretaris dan Ahmad ( Tureli Bolo) selaku anggota. Badan ini memeriksa verslag proces verbaal commissie. Hasil pekerjaannya disampaikan kepada Assistent Resident dengan memberikan rekomendasi yang menentukan.
Tindak lanjut atau keputusan ada pada tangan Assistent Resident, Pada tanggal 30 Oktober 1946 para tahanan Merah - Putih yang ditahan di penjara di Raba sejumlah 34 orang mengajukan semacam petisi kepada Sultan Sumbawa selaku Ketua Commissie. Ke 34 orang tahanan itu terdiri dari jeneli, polisi, guru, pegawai pemerintah dan partikulir, gelarang, pemuda dan penduduk lainnya meminta keadilan hukum. Tiada maksud mereka minta untuk dikasihani, mereka hanya minta keadilan bagi diri mereka. Lihat lampiran 28/2 dto.) Lureiogn
" Mengenai proses pemeriksaan para tahanan politik atau tahanan Merah-Putih tidak diuraikan di sini. Bagaimana proses pemeriksaan serta keputusan yang diambil Ä·asus perkasus dapat diketahui melalui dukumen terlampir. Dengan demikian kita dapat berbicara banyak dengan orang tempo doeloe. Dari dokumen yang dimiliki sampai sekarang masalah tahanan Merah-Putih itu baru tuntas dibebaskan pada tanggal 9 Desember 1948. Jadi ada diantara tahanan tersebut mendekam dalam penjara atau tahanan KNIL/ NICA selama 3 tahun.
Ishaka Abdullah tidak sempat menyaksikan apa yang telah diperjuangkannya. Ia meninggal dunia dalam tahanan KNIL/NICA tahun 1946. Kini almarhum berbaring tenang di Makam Pahlawan Bima di Palibelo bersama kawan seperjuangan Burhanuddin, Idris Hakim, Tara Usman, Abdullah Abdulmutalib, Haji Abdullah Daud dan Abubakar Abbas. Dan banyak lagi yang lain berbaring tenang dalam pemakaman umum di desa. Mereka tidak punya arti apa-apa dan hanya generasi berikutnyalah yang akan memberikan arti. Pemberian arti akan tumbuh dalam pribadi tiap generasi bila ada kepedulian sejarah,
(Abdullah Tayeb B.A)
Sebelumnya
...
Berikutnya
...