USM7uKzrSsmCaVoTHNCgNHTLw5k8mZOpxmzx7nna
Bookmark

MOTIF DAN HIASAN PADA KERIS BIMA

 

MOTIF PADA BAGIAN GAGANG (URU)
Terkait  dengan  bagian  gagang  keris Kesultanan  Bima,  motif  hias  yang mencakupnya  terdiri  dari  motif  hias figuratif/manusia, yang dikenal dengan motif hias Sang Bima. Motif hias Sang Bima hadir pada  keris  tatarapang  Kesultanan  Bima dengan bentuk dan karakter sesosok manusia utuh  yang  memiliki  bagian  kepala  yang besar,  kaki  yang  pendek,  dan  sebagainya. Bentuk  Sang  Bima  menjadi  terdistorsi  dan terstilisasi.
Sosok  Sang  Bima  berdasarkan perspektif sejarah, bahwasanya beliau adalah seorang  yang  berjiwa  patriotik  dan  arif bijkasana  yang  telah  menyatukan  daerah Bima  sekaligus  orang  yang  memberi  nama daerah  Bima.  Sehingga  sosok  Sang  Bima diabadikan  melalui  karya  seni  pada  motif hias  keris  Kesultanan  Bima  yang  terdapat pada bagian gagangnya, hampir seluruh keris Tatarapang Kesultanan Bima mulai dari level Anarunggu sampai  dengan  level  Sultan menggunakan motif Sang Bima pada bagian gagangnya.

Motif  hias Sang  Bima  hadir  sebagai  bentuk penghormatan  kepada leluhur  / nenek moyang
 
MOTIF PADA BAGIAN BILAH
keris tatarapang Kesultanan Bima  bahwasanya  seluruh  keris  memiliki bilah yang berkeluk-luk (luk) dengan jumlah luk  bervariasi,  diantaranya  ada  yang berjumlah luk 7, ada yang luk 9 serta luk 11. Secara  umum  bahwasanya  luk yang  lazim ditemukan pada keris berjumlah ganjil yang minimal  3  luk dan  maksimal  13  luk, sewalaupun  ada  juga  beberapa  keris  yang luk-nya melebihi angka 13 atau yang biasa disebut  dengan  keris  Kalajiwa atau  keris tidak  lazim.  Dalam  bilah  keris  tatarapang Kesultanan Bima terdapat pula pamor yang menambah  kualitas  dari  keris  Kesultanan Bima,  dengan  bentuk  dan  karakter  pamor
Ornamen  dalam  bilah  sering  kali  terciptanya  motif-motif  hias abstrak  yang  dalam  proses  pembuatannya terjadi  alami tanpa melalui perancangan bentuk sebelum nya.

MOTIF PADA BAGIAN WARANGKA (LAPI)
sarung  keris  Kesultanan  Bima  atau masyarakat Bima biasa menyebutnya dengan Lapi keris merupakan salah satu bagian inti pada  keris  Kesultanan  Bima  yang  dimana pada sarung keris tersebut terdapat beberapa motif  hiasnya.  Motif-motif  hias  tersebut diantaranya  ialah  motif  hias  bunga  setangkai, bunga samobo dan motif hias wunta papi mone yang  dikelompokkan  pada  motif  hias  flora, kemudian  motif  hias  pado  waji dan  mbolo  ra dampa yang  dikelompokkan  pada  motif  hias geometris  serta  motif  hias  mahluk  imajinatif berupa burung garuda bertubuh manusia. Berikut  ini  bentuk  motif  hias  keris Kesultanan  Bima  :

Motif hiasan berbentuk Bunga : 

  1. Bunga  Satako  (Bunga Setangkai)
    Motif hias Bunga Satako ialah salah satu  representatif  dari  motif  hias  tumbuh- tumbuhan yang banyak dipakai pada setiap karya seni termasuk keris Kesultanan Bima. Seluruh  keris  Tatarapang  (Tata  urutan Kesultanan Bima) memiliki motif hias Bunga Satako dan  keris  yang  paling  dominan memperlihatkan  motif  hias  Bunga  Satako ialah keris yang dipegang oleh Sultan Bima yang  berjuluk  Samparaja dan  Keris  Jena Teke yang dipegang oleh Putra mahkota.


    Motif hias Bunga Satako (Bunga Setangkai) melambangkan  kehidupan  keluarga  yang mampu  merangkai  ukhuwah  persaudaraan
  2. Bunga Samobo Motif  hias  bunga  Samobo  ialah  motif hias  yang  berbentuk  sekuntum
    bunga  yang sedang  mekar  dan  setiap  sisinya  memiliki bagian yang harmonis nan indah. Pada keris Kesultanan Bima pengaplikasian motif hias bunga  Samobo biasa  ditempatkan  pada bagian
    tengah lapi (sarung) keris

    Motif hias Bunga Samobo (Bunga Sekuntum) mengandung  makna  manusia  sebagai perwujudan  ciptaan  Tuhan  untuk  menjadi makhluk  yang  berjiwa  sosialis
  3. Wunta Papi mone
    Motif hias ini tergolong dalam jenis motif  hias  tumbuh-tumbuhan  karena berangkat dari  bentuk  pohon  yang  berdiri tegak dan sering disematkan dengan pohon beringin  atau  masyarakat  lokal  sering menyebutnya  sebagai  Fu’u  Due.  Biasanya motif  hias  Wunta  Papi  Mone ditempatkan pada  baju  pengantin  laki-laki  pada  acara pernikahan  dan  upacara  adat,  hal  ini dikarenakan  motif  hias  Wunta  Papi  Mone khusus  diperuntukkan  untuk  aksesoris  laki- laki. Jikalau ditinjau dari segi penempatannya pada  keris  Kesultanan  Bima  bahwasanya motif  ini  sering  ditempatkan  pada  bagian bawah  lapi (sarung)    keris,  dan pengaplikasian motif ini berangkat dari pola Tumpal  yaitu  berbentuk  segitiga  berderet secara harmonis. 

    Motif  hias  Wunta  Papi  Mone,  hias  ini mengandung  makna  perlambangan kejantanan seorang laki-laki.

Motif Hiasan dengan Ornamen Geometris :

  1. Pado Waji (Belah Ketupat)
    Motif    hias    Pado    Waji    secara sederhana diartikan sebagai motif hias yang bentuknya seperti belah ketupat. Penempatan motif hias Pado Waji pada keris Kesultanan Bima  terletak  di  bagian  sarung  keris, sewalaupun  tidak  semua  keris  Tatarapang Kesultanan Bima memiliki motif ini. Namun ada  satu  golongan  keris  yang  dominan menampakkan  motif  hias  Pado  Waji yaitu keris Tatarapang yang dipegang oleh Perwira tinggi yang berbahan material perak/platina. Kalau  ditinjau  dari  aspek  teoritis  ornamen Nusantara, bahwasanya motif hias Pado Waji ini lebih cenderung mengarah pada kategori motif  Tumpal,  yang  dimana  motif  Tumpal memiliki bentuk dasar segitiga yang disusun secara  harmonis  dan  membentuk  pola berderet yang biasa digunakan pada ornamen tepi.


    Motif hias Pado Waji (Belah Ketupat), melambangkan tentang relasi antara Tuhan dan  manusia 
  2. Mbolo ra Dampa (Lingkaran yang Harmonis)
    Motif  hias  Mbolo  ra  Dampa merupakan  motif  hias  yang  terdiri  dari lingkaran kecil yang membentuk sebuah pola yang  harmonis.  Dari  pola  tersebut  berubah menjadi sebuah motif yang indah dan ideal. Motif ini dapat dijumpai pada sarung keris Tatarapang  Kesultanan  Bima  dan  biasa ditempatkan  pada  hiasan  pinggir  Lapi (sarung)  keris.  Disamping  itu  motif  hias Mbolo Ra Dampa terdapat pula pada keris sakral Bilango atau nama lainnya ialah keris Sultan Ibrahim, namun masyarakat setempat biasa  menyebutnya  sebagai  keris  Ompu Nodo

    Motif hias Mbolo Ra Dampa (Lingkaran  yang Harmonis) motif hias  ini memiliki makna  bahwasanya  masyarakat  Bima harus  menjujung  tinggi  musyawarah mufakat.
  3. Mahluk Imajinatif Terkait  motif  hias  mahluk  khayali,
    masyarakat  Bima  telah  menciptakan  motif hias imajinatif pada beberapa produk karya seni  tradisionalnya,  salah  satunya  pada bagian  sarung  keris  Tatarapang  Kesultanan Bima.  Dimana  pada  sarung  keris  tersebut memperlihatkan  sesosok  mahluk  imajinatif berupa  burung  garuda  yang  bertubuh manusia dan  biasanya  disebut  motif Garudea.

    motif hias imajinatif  burung  garuda  merupakan representatif  dunia  atas

MAKNA DAN SIMBOL  KERIS KESULTANAN BIMA

Dalam perspektif  masyarakat  Bima  sering kali mengadopsi  makna  simbolis  motif  hias sebagai  falsafah  hidup  mereka,  keberadaan motif ini memiliki makna simbolis yang sama dengan apa yang menjadi pedoman hidup orang Bima. Selain keris  karya  seni tradsional  dari Bima  diantaranya  terdapat pada  sarung  songket (tembe  nggoli),  rumah adat  Bima(uma  lengge) dan  tentunya  pada benda  pusaka  keris  Kesultanan  Bima  yang keseluruhan  motifnya  memiliki  makna tersendiri. Ditinjau dari beberapa aspek, makna simbolis  motif  hias  yang  diterapkan  pada keris Kesultanan Bima sebagai berikut :

A.      Makna Simbolis Motif Hias dari Aspek Bentuk
Motif  hias  Bunga  Satako (Bunga Setangkai)  melambangkan  kehidupan keluarga  yang  mampu  merangkai ukhuwah persaudaraan.
Motif  hias  Bunga  Samobo (Bunga Sekuntum) mengandung makna manusia sebagai perwujudan ciptaan Tuhan untuk menjadi  makhluk  yang  berjiwa  sosialis humanistik.
Motif  hias  Wunta  Papi  Mone,  hias  ini mengandung  makna  perlambangan kejantanan seorang laki-laki. Motif hias melambangkan   tentang    relasi    antara Tuhan dan  manusia,
Motif  hias  figuratif  Sang  Bima  dan mahluk  imajinatif,  bahwasanya  motif hias  Sang  Bima  hadir  sebagai  bentuk penghormatan  roh  nenek  moyang  yang memiiliki jiwa patriotic.
Motif   hias   imajinatif   burung   garuda merupakan representatif dunia atas.
Motif hias abstrak dari pamor keris konon kehadiran pamor menambah daya sakti  atau  unsur  magis  pada  keris  itu sendiri.

B.      Makna Simbolis Motif Hias dari Aspek Penempatan
Motif  hias  pada  keris  tatarapang Kesultanan  Bima memiliki makna tersendiri, yaitu adanya Ukiran patung Sang Bima dengan kepala Sang Bima  pada  ukiran  gagangnya terlihat menunduk memiliki makna bentuk  ketundukkan dan ketaatan terhadap  adat bima. Kemudian Terlihat posisi badan nya agak condong atau miring ke kiri agar memberikan posisi kenyamanan untuk di pegang.

C.      Makna Simbolis Motif Hias dari Aspek Material dan Warna
Dilihat dari aspek material dan warna terkait motif hias yang diterapkan pada keris tatarapang  Kesultanan  Bima,  keduanya merupakan  satu  kesutuan    yang  menyatu karena  entitas  warna  mengikut  pada  jenis material  yang  diaplikasikan.  Terkait  itu secara dominan material pokok yang dipakai pada keris Kesultanan Bima ialah emas dan perak  kemudian  bilahnya  terbuat  dari  besi Luwu.
Disamping itu terdapat material yang sangat  berharga  pada  salah  satu  keris tatarapang  Kesultanan  Bima  yaitu  yang berjuluk  Samparaja  (Keris  Raja),  dimana pada keris Samparaja terdapat material batu permata yang berjumlah 5 biji dengan warna yang  berbeda-beda  dan  digantung  pada bagian  bawah  sarung  keris.  Perihal  batu permata  yang  terdapat  pada  keris  Kesultan Bima  dimana  batu  permata  tersebut  terdiri dari  dua  batu  berwarna  biru,  satu  buah berwarna merah, dan satu berwarna kuning serta satu lagi berwarna merah muda (pink). Jenis batu yang berwarna merah yaitu batu ruby, yang berwarna merah muda yaitu batu delima, yang berwarna biru yaitu batu safir biru  laut,  dan  yang  berwarna  kuning  yaitu batu safir kuning (citrine).
Terkait makna simbolis yang ditinjau dari aspek  warna dan material, nampaknya yang mencakup secara paripurna ialah kelima batu  permata  yang  digantung  pada  sarung keris  berjuluk  Samparaja.  Kelima  batu permata  tersebut  mengartikan  warna-warni kehidupan  manusia.  Warna  biru  diartikan sebagai  rasa kebijaksanaan dan kecerdasan, warna  merah  dilambangkan  sebagai keberanian  dan    semangat  yang  membara, kemudian  warna  kuning  merupakan  warna emas  sebagai  simbol  keluhuran  sedangkan terakhir warna merah muda (pink) bermakna tentang cinta dan kasih sayang.

 

 

 

 

Dengarkan
Pilih Suara
1x
* Mengubah pengaturan akan membuat artikel dibacakan ulang dari awal.
Posting Komentar